Sabtu, 29 November 2008

MENGAPA HIV/AIDS MENJADI SOROTAN??

Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat
yang sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan
pembangunan bidang kesehatan. Pola penyakit yang diderita oleh
masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti
tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, diare
dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan
pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Selain itu Indonesia
juga menghadapi emerging diseases seperti demam berdarah dengue,
HIV/AIDS, chikungunya, Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS).
Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga Indonesia
menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double
burdens).
Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi
yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena di samping belum
ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki
“window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif
panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut di atas
menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es
(iceberg phenomena).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian
dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus
dilaksanakan. Tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini.
Sub Sahara Afrika masih menjadi wilayah dengan prevalensi HIV
yang tertinggi. Diperkirakan 7,5% di antara orang dewasa di wilayah
tersebut mengidap HIV. Prevalensi HIV di antara wanita hamil usia 15-24
tahun juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa HIV sudah menyebar ke
populasi umum, bukan hanya terkonsentrasi pada kelompok yang
berisiko tinggi saja. Di Asia epidemi HIV masih banyak terkonsentrasi
pada Injecting Drug Users (IDU), laki-laki berhubungan seks dengan
sesamanya, dan penjaja seks (heteroseksual maupun homoseksual)
beserta pelanggan maupun partner seks tetapnya. Di wilayah ini
program preventif yang efektif belum adekuat. Di kebanyakan negara
berpendapatan tinggi, seks antar lelaki berperan penting dalam
penyebaran HIV sedangkan peran IDU bervariasi.
Di beberapa negara, seperti di Cina program pencegahan yang
difokuskan kepada para pekerja seks komersial (PSK) menunjukkan
peningkatan dalam penggunaan kondom dan penurunan dalam infeksi
menular seksual, kemudian program pencegahan dalam penggunaan
jarum suntik bersama (IDU) juga menunjukkan kemajuan dalam
beberapa wilayah. Di Portugal, penderita HIV di antara pengguna jarum
suntik telah menurun hampir sepertiganya (31%) pada tahun 2005
dibandingkan dengan tahun 2001, setelah dilakukan program
pencegahan khusus pada HIV dan penyalahgunaan obat.
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum memang masih
rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan
tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic) yaitu
adanya prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya
penjaja seks dan penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya). Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku berisiko
yang cukup aktif menularkan penyakit di dalam suatu sub populasi
tertentu. Selanjutnya perjalanan epidemi akan ditentukan oleh jumlah
dan sifat hubungan antara kelompok berisiko tinggi dengan populasi
umum.
Kasus AIDS pertama di Indonesia dilaporkan di Bali pada bulan
April 1987 yaitu seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSUP
Sanglah Denpasar. Pada awalnya penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
terjadi pada pekerja seks komersial (PSK) beserta pelanggannya dan
kaum homoseksual. Setelah itu mulai terjadi penularan ke ibu-ibu rumah
tangga yang tertular dari pasangannya dan berlanjut ke bayi-bayi yang
lahir dari ibu yang positif HIV.

Problem yang sangat mengancam saat ini adalah efek
penggunaan NAPZA melalui jarum suntik terhadap timbulnya HIV/AIDS.
Di Indonesia, hal ini merupakan sebuah fenomena baru, dideteksi 3–4
tahun terakhir, jika fenomena ini timbul maka akan terjadi second
explossion of HIV/AIDS Epidemic. Di Thailand, pola HIV/AIDS dimulai dari
IDU (penggunaan jarum suntik oleh penyalahguna NAPZA) tapi di
Indonesia pola HIV/AIDS dimulai dari seks, baru beberapa tahun terakhir
pemakaian NAPZA melalui jarum suntik mulai menjadi pola penyebab timbulnya HIV/AIDS. Penularan secara cepat terjadi karena pemakaian
jarum suntik bersama. Para penyalahguna NAPZA suntik ini dapat pula
menulari pasangan seksualnya. Di kalangan pengguna NAPZA suntik,
infeksi HIV berkisar antara 50 sampai 90%. Dengan demikian dewasa ini
masalah infeksi HIV tidak hanya berkaitan erat dengan hubungan seks
yang tidak aman tapi amat erat hubungannya dengan penggunaan
NAPZA suntik. Penggunaan NAPZA suntik biasanya dilakukan dengan cara
tidak terbuka sehingga tidak mudah memperkirakan penggunaan NAPZA
suntik di Indonesia.

Kasus AIDS terbanyak dilaporkan oleh DKI Jakarta disusul Papua.
Namun jumlah kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk, terbanyak
dilaporkan Provinsi Papua baru disusul DKI Jakarta.
Meluasnya HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap
pembangunan nasional secara keseluruhan. Tidak hanya berpengaruh
terhadap bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi bidang sosial
ekonomi. Apalagi penyakit ini paling banyak terjadi pada kelompok usia
produktif. Oleh karena itu Informasi tentang perkembangan kasus
HIV/AIDS perlu terus dilakukan agar didapatkan gambaran besaran
masalah sebagai salah satu pendukung dalam upaya pencegahan
maupun penanggulangan.

Tidak ada komentar: